Minggu, 29 April 2012

Gaha Raya menjadi salah satu "icon" rencana pengembangan akses tata kota Tangerang Selatan



Sabtu (30/7/2011), pemerintahan Airin Rachmi Diany dan Benyamin Davnie sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tangerang Selatan berusia 100 hari. Sejak 20 April 2011, belum ada perubahan fisik dari wajah kota hasil pemekaran Kabupaten Tangerang tersebut.
Ibarat membangun rumah, setidaknya kinerja ini sebagai fondasi dalam menata perumahan dan permukiman, infrastruktur, penanganan sampah, kesehatan, pendidikan, serta ketersediaan air.
Setelah lebih dari tiga bulan menata Tangerang Selatan (Tangsel), Airin-Benyamin mengeluarkan peraturan daerah (perda) tentang izin mendirikan bangunan yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tangsel.
Ketua DPRD Tangsel Bambang P Rachmadi mengatakan, perda penyempurnaan aturan serupa yang sebelumnya dikeluarkan induknya itu untuk membatasi dan mengendalikan bangunan serta menata kawasan perumahan dan permukiman penduduk.
Dalam penyempurnaan itu, ada empat unsur yang ditambahkan untuk dipenuhi pengembang atau perorangan yang akan membangun perumahan baru. Pertama, setiap perumahan baru harus dibangun terintegrasi satu dengan lain, termasuk drainase dan jalan. Mereka sadar, penyebab banjir antara lain karena tak ada integrasi antar rumah atau perumahan satu dengan yang lain.
Kedua, setiap pengembang atau perorangan yang akan membangun harus menyediakan 40 persen lahannya untuk ruang terbuka hijau.
Ketiga, setiap pengembang wajib melibatkan masyarakat sekitar saat akan membangun kawasan perumahan. Keempat, setiap perumahan baru wajib membangun tempat pengolah sampah terpadu dalam kawasan terbangun. ”Empat aturan tambahan ini untuk mewujudkan misi membangun Tangsel sebagai Rumah Kita Bersama,” kata Airin dalam perbincangan khusus dengan Kompas, Jumat (15/7) malam.
Kekhawatiran itu beralasan karena Kota Tangsel sudah semrawut. Pengamat perkotaan sekaligus planolog Universitas Tarumanagara, Jakarta, Suryono Herlambang, mengatakan, pembangunan perumahan, terutama oleh pengembang skala kecil, di wilayah itu tak terkendali.
Dinas Tata Kota dan Permukiman Kota Tangsel mencatat, hanya 20 persen dari luas Tangsel, yakni 147,19 kilometer persegi, yang lahannya dikuasai Pemkot Tangsel. Sisanya, lahan dikuasai pengembang skala besar, menengah, hingga kecil dan perorangan.
Tiga pengembang besar telah menguasai kawasan Bintaro Jaya dengan 5.000 hektar yang meliputi Pondok Aren, Ciputat, dan Ciputat Timur. Pengembang kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) seluas 1.500 hektar menguasai Kecamatan Serpong dan Serpong Utara (lahan yang dikuasai lainnya di Kabupaten Tangerang) serta Alam Sutra. Selebihnya, lahan dikuasai oleh 209 pengembang skala kecil.
Infrastruktur dan sampah
Waktu 100 hari tergolong singkat untuk memengaruhi pembangunan fisik, terutama infrastruktur, seperti jalan dan drainase, di kota berpenduduk sekitar 1,3 juta jiwa. Pembangunan tersebut dilaksanakan di tujuh kecamatan dengan 49 kelurahan dan lima desa.
Paling tidak, yang sudah dilakukan adalah memulai membentuk kawasan percontohan pengendalian banjir di Bukit Pamulang Indah, memelihara saluran air sepanjang 45 kilometer pada 18 ruas anak sungai, dan memulai pelaksanaan pembangunan 79 ruas jalan sepanjang 49 kilometer.
Berdasarkan pengamatan Kompas, sejumlah titik jalan sudah diperbaiki, antara lain Jalan Merpati, Jalan Raya Jurangmangu, Pondok Aren, dan Jalan Raya Serpong (jalan nasional). Di sebagian titik di Jalan Merpati sudah dibangun drainase.
Ke depan, Pemkot Tangsel akan membangun jalan alternatif untuk mengurai kemacetan di Jalan Raya Serpong yang menjadi poros utama dari keluar masuk sejumlah perumahan di kawasan itu.
Pembangunan jalan akan diimbangi dengan pembuatan dan perbaikan drainase. Empat jalan yang sedang ditata adalah Jalan Siliwangi Pamulang, Jalan Ciputat, Jalan Serpong, dan Graha Raya. Empat jalan ini akan menjadi ikon Kota Tangsel.
Airin mengatakan, skala prioritas pembangunan Tangsel adalah infrastruktur. Buruknya infrastruktur dapat memengaruhi dan menambah kesemrawutan kota. Kota menjadi rawan banjir dan kemacetan akan terjadi di mana-mana.
Hal lain yang sudah dimulai adalah penertiban keramba dalam badan situ sudah dimulai secara bertahap yang didahului di Situ Sasak, Pamulang.
”Jika tidak ada pengendalian dan perbaikan, Tangsel akan jadi seperti apa?” ujar Airin.
Sampah menjadi masalah besar di Kota Tangsel sejak Kabupaten Tangerang menarik armada pengangkut sampah dan menutup akses pembuangan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatiwaringin, Kabupaten Tangerang. Akibatnya, produksi sampah sebanyak 1.200 meter kubik per hari dari rumah tangga, pasar, dan industri tak tertangani.
Dalam 100 hari kerja, paling tidak sampah tidak lagi menumpuk di pasar-pasar, seperti Pasar Ciputat dan Cimanggis. ”Secara bertahap, sampah akan ditangani. Setelah sampah pasar, kami akan mengolah sampah rumah tangga yang mengambil porsi terbesar dalam produksi sampah di wilayah ini,” kata Airin.
Salah satu cara untuk mengatasi sampah adalah memacu pembangunan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Cipeucang, Serpong. Pembangunan sudah mulai dilakukan setelah Tangsel mendapat suntikan dana dan bantuan armada dari pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Banten.
Penanganan sampah sudah dimulai dengan menyediakan tong dan bak sampah di Jalan Serpong. Cara ini untuk mengajak masyarakat sadar akan budaya bersih lingkungan dengan menggunakan bak dan tong sampah.
Dalam diskusi terbatas Kompas tentang ”Menata dan Berbagi Ruang Wilayah Jabodetabek”, Selasa (26/7), Suryono Herlambang mengatakan, Kota Tangsel mendesak ditata karena selama ini pembangunannya tak merata.
Di bagian barat terbangun kawasan kota baru, seperti Bumi Serpong Damai dan Alam Sutra (Serpong) serta Bintaro Jaya. Adanya pengembangan kawasan kota baru ini membuat pembangunan infrastruktur, seperti jalan dan drainase, serta tata ruang wilayah teratur dan tertata dengan baik.
Kondisi ini bertolak belakang dengan wilayah selatan, seperti Ciputat, Pamulang, dan Pondok Cabe. Wilayah itu terkesan kumuh, tak teratur, dan semrawut. Infrastruktur tak terbangun dan pembangunan perumahan atau permukiman tak terkendali.
Airin pun mengakui, tiga wilayah ini masih harus ditata lagi. ”Inilah yang menjadi pekerjaan rumah terberat kami, menata agar kawasan Ciputat, Pamulang, dan Pondok Cabe bisa berkembang seperti tiga kawasan kota baru,” ujar Airin. (PIN/NEL/MAM, Kompas cetak)


Sumber: Kompas.com/Urban-Serpong

Tidak ada komentar:

Posting Komentar